Jejaring sosial kerap dimanfaatkan banyak pasangan untuk mengunggah
foto-foto kemesraan mereka untuk mengabadikan momen indah. Menampilkan
kemesraan di ranah publik, tentu harus siap dengan berbagai komentar
yang datang baik dari keluarga atau teman sendiri, termasuk mereka yang
anonim (tidak dikenal).
Tak jarang komentar yang datang membuat 'kuping panas'. Seperti yang dialami pria Indonesia bernama Bayu Kumbara atau lebih dikenal Pait yang menikahi seorang bule asal Inggris. Penampilan fisik Pait dianggap tidak sepadan dengan istrinya yang dinilai banyak orang berparas cantik.
Hal ini lantas menimbulkan pertanyaan, sebenarnya seberapa penting melihat pasangan dari fisiknya? Dan bagaimana cara yang tepat untuk menghadapi komentar tidak enak tersebut?
Psikolog Anna Surti Ariani menjelaskan, fisik adalah salah satu faktor yang membuat seseorang tertarik untuk menjalani hubungan satu sama lain. Tetapi sebenarnya, alasan ketertarikan tersebut bukan hanya pada fisik dan bentuk tubuhnya saja.
"Bisa saja karena kepintarannya, kesamaan minat dan visi misi. Hal itu juga bisa menimbulkan ketertarikan," terang psikolog yang akrab disapa Nina
Selain itu, seringnya melakukan kegiatan bersama-sama atau intensitas bertemu juga bisa menjadi alasan seseorang tertarik kepada orang lain, meski fisiknya dianggap kurang menarik. Mereka seolah menemukan kenyamanan di dalam diri pasanganya sehingga fisik bukanlah menjadi tolak ukur utama.
Menurut psikolog dua anak ini, hal-hal tersebut bisa saja menjadi faktor terbesar kita untuk memutuskan menjalani hubungan dengannya. "Tetapi orang lain sepertinya kurang paham akan hal itu, sehingga akhirnya mereka hanya melihat pasangan kita dari fisiknya saja," lanjut Nina.
Jika Anda pernah atau sedang mengalaminya, psikolog lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan lebih baik abaikan saja komentar-komentar miring tersebut. Bila perlu, berhentilah menggunakan jejaring sosial seperti Facebook, Instagram dan Twitter untuk sementara waktu.
"Kalau kita memang cukup 'tahan banting' dengan orang-orang yang mem-bully pasangan kita, silakan saja buka media sosial jika hanya sekadar ingin tahu seberapa besar bullying itu. Namun kalau memang tidak kuat, ya sebaiknya 'puasa' sosial media dulu," tutupnya.
Tak jarang komentar yang datang membuat 'kuping panas'. Seperti yang dialami pria Indonesia bernama Bayu Kumbara atau lebih dikenal Pait yang menikahi seorang bule asal Inggris. Penampilan fisik Pait dianggap tidak sepadan dengan istrinya yang dinilai banyak orang berparas cantik.
Hal ini lantas menimbulkan pertanyaan, sebenarnya seberapa penting melihat pasangan dari fisiknya? Dan bagaimana cara yang tepat untuk menghadapi komentar tidak enak tersebut?
Psikolog Anna Surti Ariani menjelaskan, fisik adalah salah satu faktor yang membuat seseorang tertarik untuk menjalani hubungan satu sama lain. Tetapi sebenarnya, alasan ketertarikan tersebut bukan hanya pada fisik dan bentuk tubuhnya saja.
"Bisa saja karena kepintarannya, kesamaan minat dan visi misi. Hal itu juga bisa menimbulkan ketertarikan," terang psikolog yang akrab disapa Nina
Selain itu, seringnya melakukan kegiatan bersama-sama atau intensitas bertemu juga bisa menjadi alasan seseorang tertarik kepada orang lain, meski fisiknya dianggap kurang menarik. Mereka seolah menemukan kenyamanan di dalam diri pasanganya sehingga fisik bukanlah menjadi tolak ukur utama.
Menurut psikolog dua anak ini, hal-hal tersebut bisa saja menjadi faktor terbesar kita untuk memutuskan menjalani hubungan dengannya. "Tetapi orang lain sepertinya kurang paham akan hal itu, sehingga akhirnya mereka hanya melihat pasangan kita dari fisiknya saja," lanjut Nina.
Jika Anda pernah atau sedang mengalaminya, psikolog lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan lebih baik abaikan saja komentar-komentar miring tersebut. Bila perlu, berhentilah menggunakan jejaring sosial seperti Facebook, Instagram dan Twitter untuk sementara waktu.
"Kalau kita memang cukup 'tahan banting' dengan orang-orang yang mem-bully pasangan kita, silakan saja buka media sosial jika hanya sekadar ingin tahu seberapa besar bullying itu. Namun kalau memang tidak kuat, ya sebaiknya 'puasa' sosial media dulu," tutupnya.